Langsung ke konten utama

Fakta Penting Dunia yang Mengubah Perspektif Kita

Puisi Chairil Anwar (1946)

 

Chairil Anwar

SEBUAH KAMAR

Sebuah jendela menyerahkan kamar ini pada dunia.

Bulan yang menyinar ke dalam

mau lebih banyak tahu.

“Sudah lima anak bernyawa di sini,

Aku salah satu!”


Ibuku tertidur dalam tersedu,

Keramaian penjara sepi selalu,

Bapakku sendiri terbaring jemu

Matanya menatap orang tersalib di batu!


Sekeliling dunia bunuh diri!

Aku minta adik lagi pada

Ibu dan bapakku, karena mereka berada

di luar hitungan: Kamar begini,

3 x 4 m, terlalu sempit buat meniup nyawa!


1946


KEPADA PELUKIS AFFANDI

Kalau, ‘ku habis-habis kata, tidak lagi

berani memasuki rumah sendiri, terdiri

di ambang penuh kupak,


adalah karena kesementaraan segala

yang mencap tiap benda, lagi pula terasa

mati kan datang merusak.


Dan tangan ‘kan kaku, menulis berhenti,

kecemasan derita, kecemasan mimpi;

berilah aku tempat di menara tinggi,

di mana kau sendiri meninggi


atas keramaian dunia dan cedera,

lagak lahir dan kelancungan cipta,

kau memaling dan memuja

dan gelap-tertutup jadi terbuka!


1946


DENGAN MIRAT*

Kamar ini jadi sarang penghabisan

di malam yang hilang batas


Aku dan dia hanya menjengkau

rakit hitam.


‘Kan terdamparkah

atau terserah

pada putaran pitam?


Matamu ungu membatu


Masih berdekapankah kami atau

mengikut juga bayangan itu?


8 Januari 1946


CATETAN TH. 1946

Ada tanganku, sekali akan jemu terkulai,

Mainan cahya di air hilang bentuk dalam kabut,

Dan suara yang kucintai ‘kan berhenti membelai.

Kupahat batu nisan sendiri dan kupagut.


Kita – anjing diburu – hanya melihat sebagian dari sandiwara sekarang

Tidak tahu Romeo & Juliet berpeluk di kubur atau di ranjang

Lahir seorang besar dan tenggelam beratus ribu

Keduanya harus dicatet, keduanya dapat tempat.


Dan kita nanti tiada sawan lagi diburu

Jika bedil sudah disimpan, cuma kenangan berdebu;

Kita memburu arti atau diserahkan kepada anak lahir sempat.

Karena itu jangan mengerdip, tatap dan penamu asah,

Tulis karena kertas gersang, tenggorokan kering sedikit mau basah!


1946


BUAT ALBUM D.S.

Seorang gadis lagi menyanyi

Lagu derita di pantai yang jauh,

Kelasi bersendiri di laut biru, dari

Mereka yang sudah lupa bersuka.


Suaranya pergi terus meninggi,

Kami yang mendengar melihat senja

Mencium belai si gadis dari pipi

Dan gaun putihnya sebagian dari mimpi.


Kami rasa bahagia tentu ‘kan tiba,

Kelasi mendapat dekapan di pelabuhan

Dan di negeri kelabu yang berhiba

Penduduknya bersinar lagi, dapat tujuan.


Lagu merdu! apa mengertikah adikku kecil

yang menangis mengiris hati

Bahwa pelarian akan terus tinggal terpencil,

Juga di negeri jauh itu surya tidak kembali?


1946


NOCTURNO

(fragment)

……………………………………………………….


Aku menyeru – tapi tidak satu suara

membalas, hanya mati di beku udara.

Dalam diriku terbujur keinginan,

juga tidak bernyawa.

Mimpi yang penghabisan minta tenaga,

Patah kapak, sia-sia berdaya,

Dalam cekikan hatiku


Terdampar…

Menginyam abu dan debu

Dari tinggalannya suatu lagu.

Ingatan pada Ajal yang menghantu.

Dan demam yang nanti membikin kaku….

……………………………………………………….

Pena dan penyair keduanya mati,

Berpalingan!


1946


CERITA BUAT DIEN TAMAELA

Beta Pattiradjawane

Yang dijaga datu-datu

Cuma satu.


Beta Pattiradjawane

Kikisan laut

Berdarah laut.


Beta Pattiradjawane

Ketika lahir dibawakan

Datu dayung sampan.


Beta Pattiradjawane, menjaga hutan pala.

Beta api di pantai. Siapa mendekat

Tiga kali menyebut beta punya nama.


Dalam sunyi malam ganggang menari

Menurut beta punya tifa,

Pohon pala, badan perawan jadi

Hidup sampai pagi tiba.


Mari menari!

mari beria!

mari berlupa!


Awas jangan bikin beta marah

Beta bikin pala mati, gadis kaku

beta kirim datu-datu!


Beta ada di malam, ada di siang

Irama ganggang dan api membakar pulau.…


Beta Pattiradjawane

Yang dijaga datu-datu

Cuma satu.


1946


KABAR DARI LAUT

Aku memang benar tolol ketika itu,

mau pula membikin hubungan dengan kau;

lupa kelasi tiba-tiba bisa sendiri di laut pilu,

berujuk kembali dengan tujuan biru.


Di tubuhku ada luka sekarang,

bertambah lebar juga, mengeluar darah,

di bekas dulu kau cium napsu dan garang;

lagi aku pun sangat lemah serta menyerah.


Hidup berlangsung antara buritan dan kemudi.

Pembatasan cuma tambah menyatukan kenang.

Dan tawa gila pada whisky tercermin tenang.


Dan kau? Apakah kerjamu sembahyang dan memuji,

Atau di antara mereka juga terdampar,

Burung mati pagi hari di sisi sangkar?


1946


SENJA DI PELABUHAN KECIL

buat Sri Ajari


Ini kali tidak ada yang mencari cinta

di antara gudang, rumah tua, pada cerita

tiang serta temali. Kapal, perahu tiada berlaut

menghembus diri dalam mempercaya mau berpaut


Gerimis mempercepat kelam. Ada juga kelepak elang

menyinggung muram, desir hari lari berenang

menemu bujuk pangkal akanan. Tidak bergerak

dan kini tanah dan air tidur hilang ombak.


Tiada lagi. Aku sendiri. Berjalan

menyisir semenanjung, masih pengap harap

sekali tiba di ujung dan sekalian selamat jalan

dari pantai keempat, sedu penghabisan bisa terdekap.


1946


CINTAKU JAUH DI PULAU

Cintaku jauh di pulau,

gadis manis, sekarang iseng sendiri.


Perahu melancar, bulan memancar,

di leher kukalungkan ole-ole buat si pacar.

angin membantu, laut terang, tapi terasa

aku tidak ‘kan sampai padanya.


Di air yang tenang, di angin mendayu,

di perasaan penghabisan segala melaju

Ajal bertakhta, sambil berkata:

“Tujukan perahu ke pangkuanku saja.”


Amboi! Jalan sudah bertahun kutempuh!

Perahu yang bersama ‘kan merapuh!

Mengapa Ajal memanggil dulu

Sebelum sempat berpeluk dengan cintaku?!


Manisku jauh di pulau,

kalau ‘ku mati, dia mati iseng sendiri.


1946


“BETINA”-NYA AFFANDI

Betina, jika di barat nanti

menjadi gelap

turut tenggelam sama sekali

juga yang mengendap,

di mukamu tinggal bermain Hidup dan Mati.


Matamu menentang sebentar dulu!

Kau tidak gamang, hidup kau sintuh, kau cumbu,

sekarang senja gosong, tinggal abu…

Dalam tubuhmu ramping masih berkejaran

Perempuan dan Laki.


1946


SITUASI

………………………………………………..

Tidak perempuan! yang hidup dalam diri

masih lincah mengelak dari pelukanmu gemas gelap,

bersikeras mencari kehijauan laut lain,

dan berada lagi di kapal dulu bertemu,

berlepas kemudi pada angin,

mata terpikat pada bintang yang menanti.

Sesuatu yang mengepak kembali menandungkan

Tai Po dan rahsia laut Ambon

Begitulah perempuan! Hanya suatu garis kabur

bisa dituliskan

dengan pelarian kebuntuan senyuman


Cirebon 1946


DARI DIA

buat K.


Jangan salahkan aku, kau kudekap

bukan karena setia, lalu pergi gemerencing ketawa!

Sebab perempuan susah mengatasi

keterharuan penghidupan yang ‘kan dibawakan

padanya…


Sebut namaku! ‘ku datang kembali ke kamar

Yang kautandai lampu merah, kaktus di jendela,

Tidak tahu buat berapa lama, tapi pasti di senja samar

Rambutku ikal menyinar, kau senapsu dulu kuhela


Sementara biarkan ‘ku hidup yang sudah

dijalinkan dalam rahsia…


Cirebon 1946


KEPADA KAWAN

Sebelum Ajal mendekat dan mengkhianat,

mencengkam dari belakang ‘tika kita tidak melihat,

selama masih menggelombang dalam dada darah serta rasa,


belum bertugas kecewa dan gentar belum ada,

tidak lupa tiba-tiba bisa malam membenam,

layar merah terkibar hilang dalam kelam,

kawan, mari kita putuskan kini di sini:

Ajal yang menarik kita, juga mencekik diri sendiri!


Jadi

Isi gelas sepenuhnya lantas kosongkan,

Tembus jelajah dunia ini dan balikkan

Peluk kucup perempuan, tinggalkan kalau merayu,

Pilih kuda yang paling liar, pacu laju,

Jangan tambatkan pada siang dan malam

Dan

Hancurkan lagi apa yang kau perbuat,

Hilang sonder pusaka, sonder kerabat.

Tidak minta ampun atas segala dosa,

Tidak memberi pamit pada siapa saja!

Jadi

mari kita putuskan sekali lagi:

Ajal yang menarik kita, ‘kan merasa angkasa sepi,

Sekali lagi kawan, sebaris lagi:

Tikamkan pedangmu hingga ke hulu

Pada siapa yang mengairi kemurnian madu!!!


30 November 1946


PEMBERIAN TAHU

Bukan maksudku mau berbagi nasib,

nasib adalah kesunyian masing-masing.

Kupilih kau dari yang banyak, tapi

sebentar kita sudah dalam sepi lagi terjaring.

Aku pernah ingin benar padamu,

Di malam raya, menjadi kanak-kanak kembali,


Kita berpeluk ciuman tidak jemu,

Rasa tak sanggup kau kulepaskan.

Jangan satukan hidupmu dengan hidupku,

Aku memang tidak bisa lama bersama

Ini juga kutulis di kapal, di laut tidak bernama!


1946


Sumber:

Buku “AKU INI BINATANG JALANG, Koleksi sajak 1942-1949 Chairil Anwar”, Jakarta: Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama Cetakan kedua puluh lima: Juni 2016.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempat Wisata di Surabaya Kota

 Tahun 2019 segera habis, masa liburan menanti para pekerja. Ibu pertiwi memilki banyak kota yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah kota Surabaya yang terletak di Jawa Timur. Kota yang dikenal sebagai kota pahlawan ini juga menyimpan banyak tempat-tempat indah. Ada banyak tempat wisata di Surabaya kota. Wisatawan bisa memilih untuk berkreasi diluar ruangan, didalam ruangan, yang ramah untuk anak-anak dan lain sebagainya. Selain itu juga Surabaya memiliki kuliner yang sangat menggugah selera. Kota ini bisa dikatakan tempat wisata paket lengkap. Wisatawan bisa memilih untuk berwisata mempelajari sejarah, seni dan budaya, alam dan taman hiburan. Wisata Sejarah Sebagai kota yang menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan tak heran jika ada banyak peninggalan bersejarah disini. Wisatawan bisa menjadikannya sebagai napak tilas untuk tidak melupakan sejarah kemerdekaan Indonesia. Ada banyak monumen, museum, tugu, patung dan bangunan bersejarah yang bisa didatangi.  ...

Saran bagi Introvert untuk Menguasai Perubahan Zaman

Photo by  Jake Ingle  on  Unsplash Apa yang ada dipikiran kamu jika seseorang disebut sebagai introvert? Apakah yang terngiang adalah si kutu buku dengan kacamatanya, seorang pendiam di sudut kelas atau malah kamu sendiri seorang introvert? Tidak masalah menjadi seorang introvert, karena yah memang itu bawaan dari lahir. Hadiah dari yang Maha Kuasa. Eh tapi, tunggu dulu. Kamu tahu apa artiya introvert? Jangan samakan dengan sosok pemalu. Iya, introvert memang pendiam. Tapi, diamnya dia karena sedang berpikir atau sedang mengumpulkan energi. Loh apa hubungannya? Jadi gini, kita semua tahu lawan dari introvert adalah ekstrovert. Si pendiam dan si aktif. Mudahnya, coba bayangkan kincir angin dan baterai. Menurut Sylvia Loehken , perbandingan menggunakan kiasan di atas menunjukkan perbedaan dengan lebih jelas. Sebuah kincir angin membutuhkan dorongan dari angin (eksternal) lalu kincirnya harus terlibat secara aktif agar terjadi perputaran yang dinamis. Se...

Secangkir Pikiran - Mencoba Bersyukur

Ada tujuh milliar penduduk di bumi. Terlalu banyak masalah yang disediakan, banyak skenario yang telah ada semenjak aku belum lahir. Usiaku sekarang sudah 26 tahun, masih mencari apa maksud hidupku? Untuk apa aku ada di dunia ini?   Di luar sana, jauh dari jangkauan hidupku yang termasuk nyaman. Ada banyak kesedihan. Anak terlantar, kemiskinan, rasisme, kerusakan alam, hilangnya nyawa tak bersalah, matinya para hewan karena rumahnya di ambil oleh yang orang yang tak merasa berdosa dan masih banyak lagi. Banyak sekali kesedihan, dan disini aku hanya mengasihani diri yang sebenarnya sangat beruntung.   Keberuntungan yang tidak kusyukuri. Ada rumah tempat kembali, keluarga yang selalu menyambut dengan suka cita, makan tiga kali sehari beserta camilan, tempat tidur yang nyaman, jam tidur yang panjang dan teman yang baik. Dan aku masih mengeluh tentang pekerjaan? Dangkal sekali pikiranku. Kenapa aku sangat serakah dengan hidup? Maaf...