Langsung ke konten utama

Fakta Penting Dunia yang Mengubah Perspektif Kita

JEVANDA

Photo by Konstantin Mishchenko from Pexels

      Purnama! Purnama! Purnama!” suara-suara lantang memenuhi hall  bermuatan ratusan ribu orang. Para penonton memanggil satu nama dengan kagum membuat iri rivalnya. Seorang gadis bernama Purnama menjadi buah bibir diseantero negeri karena bakat tarinya yang luar biasa. Tidak ada yang bisa menandingi kelincahan dan kreativitasnya saat ‘berpesta’ di atas panggung kompetisi Talent 101.

            “Apa yang harus aku lakukan?” suara seorang gadis bergema di kubikel rest room, “Bagaimana kalau aku gagal? halo…,”  rambut hitamnya tergerai tanpa gaya, terselip ditelinganya handsfree. “Apa aku bisa kembali, jika aku menang?” dia kemudian terdiam, bola matanya yang hitam legam menceritakan kejadian malam itu.

            Langit sedikit mendung, awan bergerak perlahan. Bintang gemintang bertebaran di peta angkasa. Cantik. Seindah mata seorang gadis yang menerobos pekatnya malam itu. Sekali lagi, ia melirik ke belakang berharap tidak ada yang mengikutinya. Malam ini, akan menjadi malam yang tidak pernah ia lupakan. Di bawah sinar gerhana bulan, pria yang ditaksirnya akan menyatakan cinta.

Sesuai dengan permintaan di surat, untuk menemuinya di tower air tempat biasa mereka mencari inspirasi gerakan tari.  Lima belas menit sudah orang yang ditunggu belum tampak. Seakan langit tidak ingin membuatnya kecewa, ia membentangkan tontonan spesial, magis. Kepalanya mendongak menatap gemintang, menjadi saksi gerhana bulan super blood blue moon. Menjadi penonton kelas VIP “Wahh…” si gadis ternganga. Suara besi berbenturan membuatnya menoleh, seketika bayangan hitam mendorongnya keras. Ia terlempar, terjatuh bersamaan angin. Teriakannya tenggelam dalam gelap.

Badannya terasa kaku saat suara-suara asing mampir ditelinganya. Kelopak matanya mengerjap beberapa kali mencoba menangkap bayangan samar. Gerombolan orang merubunginya bagai penonton topeng monyet. Saat pupilnya bergerak normal, ia terkesiap. Seketika bangun dan merangkak mundur. Orang-orang ini wajahnya aneh, pakaiannya apalagi, seperti kostum saat pertunjukkan. Apa ada perayaan yang dia lupakan? Dia memperhatikan lekat-lekat, mereka mengamati dekat-dekat. Dari ujung yang tak diketahui, seorang nenek dengan cadar, mungkin, mengusir para penonton. Lalu ditangkapnya tangan gadis itu, memaksanya berdiri dan berlari. Si gadis tidak bisa melawan, tenaga sang nenek lebih besar. Terengah-engah ia saat melihat undakan tangga yang menjulang. Sang nenek malah menyeretnya kasar, membawanya melangkahi anak tangga yang ternyata bisa bergerak sendiri. Seperti ekskalator hanya  saja terbuat dari kayu. Sampai diruangan, ia didiamkan. Sang nenek sibuk dengan buku-buku atau album foto sepertinya.

Si gadis memberanikan diri bergerak, penasaran. Karena semua yang dilihat saat ia berlari tadi sangat ganjil. Daun jendela perlahan terbuka saat tangannya mendorong pelan. Pemandangan menakjubkan tersaji didepannya. Luas dan lapang, putih dan lembut, ia berada diatas awan!

            “Ini…” mulutnya terkunci, ia bingung tapi satu yang si gadis tahu, tempat ini bukan kota tempat tinggalnya.

            “Siapa namamu?!” tiba-tiba bahunya dicengkeram kuat oleh sang nenek. Mata mereka bertemu, “siapa namamu?!” tanyanya lagi.

            “Pur...purnama” jawabnya tersendat. Dilepaskannya cengkeraman itu meninggalkan bekas sakit.

            “Aku dimana? nenek siapa? ini dimana? aku, aku…” si gadis meracau bingung lalu melongo melihat sang nenek yang sibuk dimeja tapi dibelakangnya ada semacam robot memilah kostum-kostum.

            Tiba-tiba ia teringat ibunya yang sendirian dirumah, “Aku harus kembali!” sentak si gadis tepat didepan sang nenek. Tidak dihiraukan, tangannya tetap sibuk mengetik di meja dengan keyboard transparan. Lalu, dari sisi meja satunya terpancar huruf-huruf mengambang di udara. Ia memberanikan diri mendekati, terbaca disana. Peserta Kompetisi Talent 101. Purnama.

            “Apa ini?” matanya menatap sang nenek dan layar bergantian.

            “Kalau kamu ingin kembali, kamu harus ikut kompetisi…” si gadis tidak bisa berkomentar, “Untuk sekarang mari makan dulu” sang nenek mempersilakannya ke ruangan disebelah.

            Sekali lagi ia ternganga, sang gadis sangat yakin kalau dia sekarang bukan di kota tempat tinggalnya. Pintunya tetap sama namun, luas ruangan dan fasilitasnya sangat canggih. “Nenek siapa?” akhirnya sang gadis bersuara. Mereka duduk berdua di meja disuguhi makanan yang untungnya sama seperti di kota si gadis. Hari itu diisi dengan cerita yang seakan seperti dongeng di telinga si gadis. Nama nenek itu adalah Jev. Purnama ada di kota yang sama di tahun yang berbeda. Tahun 2118.

            “Jadi, bertepatan dengan gerhana bulan super blood blue moon ditambah jarak dan kecepatan maka kamu ada disini sekarang” sang nenek menutup cerita. “Lalu kenapa nenek pakai cadar? itu namanya cadarkan?” tanya Purnama ragu.

            “Ini? hanya identitas biasa. Oke sudah malam, sebaiknya kamu tidur” malam itu Purnama tidur dikamar layaknya suite room sebuah hotel tapi, nenek bilang semua rumah minimal kamar tidurnya seperti ini.

            “Sebentar, nenek lupa menjawab kenapa aku harus memenangkan kompetisi baru bisa pulang?”

            “Karena pada malam puncak kompetisi, akan terjadi gerhana bulan super blood blue moon dan kamu butuh jarak dan kecepatan untuk bisa kembali kerumah…” jawaban yang membuat Purnama kembali melongo.

            Baru mau terpejam, ia membelalak tiba-tiba. “Lalu siapa yang mendorongku dari atas tower?” ruangan yang luas bukannya membuat Purnama nyaman, ia malah gugup dan bolak-balik diatas tempat tidurnya. Ia sukses tidak tidur semalaman.

            “Aku tidak mungkin memenangkan kompetisi itu…” Purnama meringis sendiri setelah melihat video peserta audisi yang diputar Nenek Jev setelah sarapan. “Kalau begitu, kamu akan hidup disini mulai sekarang” jawab Nenek Jev santai.

            “Tarian seperti itu, modern dance, mereka sudah biasa melihatnya. Tapi, tarian seperti yang kamu bilang. Tarian tradisional. Itu yang menarik! Semua penonton pasti menyukainya!” sambungnya menyemangati Purnama.

            “Mana mungkin, anak muda dikotaku eh di masaku saja jarang suka sama tarian tradisional apalagi disini, semua serba canggih, serba modern…” matanya kehilangan api, menyadari kalau di dunianya sendiri ia harus main kucing-kucingan dengan keluarganya. “Kami butuh uang, setiap manggung aku harus pakai nama samaran, menjadi penari tradisional… mungkin setelah ini aku akan berhenti” wajahnya tertunduk lesu.

            “Purnama, itu kan dikota sana, saat ini tidak ada yang mengenalmu. Kamu bisa menjadi penari seperti  yang kamu inginkan. Ingat kenapa kamu mau menjadi penari tradisional, karena uang?” tangan Nenek Jev mencengkeram bahunya, dia hanya menggeleng lemah. “Kalau begitu, menarilah dipanggung sana, berpestalah dengan bebas!” cengkeraman tangan itu memberikan rasa semangat di dada Purnama. Ia akan menari sepuasnya.

            Satu, dua , sepuluh malam kompetisi terlewati. Seperti mimpi, Purnama berubah bagai bulan yang dicintai seluruh negeri. Ramalan nenek Jev benar, semua orang menyukai tariannya. Unik namun membius. Penampilan Purnama selalu ditunggu-tunggu. Kini, malam terakhir. Malam puncak penentu Purnama untuk pulang atau tidak.

            “Nek… nenek tahu kenapa aku memakai nama samaran saat dipanggung?” tanyanya melalui handsfree. Pendengar diujung sana hanya diam,“Sebenarnya karena ibuku. Ia membenci tarian karena itu yang menyebabkan… Ibu buta,” Purnama terhenti mengatur nafas kembali, “Temannya yang melakukannya. Ibu tidak ingin aku bernasib sama. Tapi, hanya ada kami berdua disana. Aku harus membantu Ibu tapi, aku cuma bisa menari. Aku cuma bisa menari…” Purnama terisak, menahan air matanya. “Nama panggungku adalah Jevanda”.

            Kerlap-kerlip lampu warna-warni menghiasi seisi Hall . Gemuruh suara ratusan ribu manusia memenuhi udara malam kompetisi. Semua bersemangat.

            “Hello! ladies and gentleman! kalian siap melihat pertunjukkan dari dua kontestan kita?” pertanyaan yang disambut dengan teriakan dan siulan.

“Tidak berlama lagi! Ini dia sang malaikat Violita!!” suara teriakan makin menjadi-jadi, ditengah panggung sana melompat seorang wanita bertubuh langsing lalu mendarat dengan cantik, memanaskan malam kompetisi.

“Selanjutnya, si bulan cantik yang muncul bagai blue moon! bakat yang jarang ada saat ini, Purnama!” semua penonton berteriak histeris, Purnama berjalan dengan anggun keluar dari kegelapan menuju cahaya. “Dan… mari berpesta!”  Teriakan, siulan, nyanyian, tepuk tangan, sorak sorai bercampur baur membuat malam itu seperti tidak akan pernah tidur. Saatnya giliran Purnama, tidak ada kata takut. Dia akan sepuasnya berpesta diatas panggung.

Hall itu menggelap. Lalu, lampu sorot menodong gadis ditengah panggung. Kostumnya menakjubkan, ukiran emas pada sayap-sayapnya. Hitam beludru melekat pada roknya. Atasannya beludru merah dengan sulur-sukur sulaman hitam dan emas bermotif  yang orang saat ini tidak kenal, batik. Menjejak bagai tato bertahta berlian, berkilauan. Semua terpukau. Tanpa ragu, Purnama berpesta! Gerakannya lincah, tegas dan sangat apik. Tangan dan kaki bergerak cantik, lompat sana sini. Panggung itu tak ubahnya taman bermain. Nafasnya tersengal namun ia bahagia. Lautan manusia dengan lightstick yang ada di depannya bagai gemintang yang ia lihat di atas tower. Menakjubkan.

Menit terakhir di acara. Penentuan. Semua penonton menahan nafas, takut melihat hasilnya tapi ingin salah satu diantara mereka menjadi pemenang. Mendekati menit pengumuman, yang Purnama pikirkan hanya ia harus pulang menemui ibunya.

“Purnama!! Selamat!” semua histeris, bagai kemenangan seluruh negeri kebanyakan penonton menangis terharu. Sang pemenang hanya terpatung, pikirannya tiba-tiba kosong. Ucapan selamat dan jabat tangan dari rekan sesama kompetisi diterimanya bagai ilusi. Dimatanya semua ini seperti mimpi.

“Sepertinya pemenang kita masih syok hahaha” komentar MC mengundang tawa, “Tidak lengkap rasanya, kalau kita tidak mendengarkan sepatah dua kata dari Direktur Galeri Seni Semesta, karenanya acara ini ada dan karenanya kita bisa melihat kembali sejarah yang hampir terlupakan. Mari kita sambut, Jevanda!” Purnama tersentak, itu nama yang sangat dikenalnya. Seorang wanita paruh baya berpakaian sederhana namun elegan. Purnama tidak mengenalnya.  Ia berjalan ketengah panggung lalu berdiri disampingya. Matanya tidak bisa berhenti menatap wajah wanita itu, ia terasa sangat familiar.

“Selamat Purnama, kamu memenangkan kompetisi ini!” suara yang sangat dikenalnya, Nenek Jev! Tapi kenapa? bayangan-bayangan kejadian beberapa hari yang lalu bergumul diotaknya. Seseorang yang mendorongnya dari tower air, wanita asing bercadar yang tiba-tiba menolongnya bahkan ia tahu Purnama bukan dari tahun yang sama padahal ia belum memberi tahu, permintaan untuk mengikuti kompetisi, semua itu karena…

“Karena kita adalah satu orang, karena kamu memohon untuk ditolong, karena aku ingin menolong masa mudaku dan menolong tradisi kita…” sapuan lembut tangan keriputnya di pipi Purnama memberikan rasa yang nyata.  Angin semilir dibawah cahaya gerhana bulan menjadi saksi saat ini bukanlah mimpi.

“Mulai sekarang Purnama, jangan takut untuk menari disana, jadilah Purnama, jadilah sang penari Jevanda!” Suara besi berbenturan membuatnya menoleh, Nenek Jev mendorongnya keras. Ia terlempar, terjatuh bersamaan angin. Teriakannya tenggelam dalam gelap.

Nenek Jev berdiri sendirian di puncak altar. Senyumnya mengembang manis sambil berharap, di masa yang berbeda, nama Jevanda akan terkenal sebagai legenda penari tradisional bukan hanya seorang direktur galeri seni.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempat Wisata di Surabaya Kota

 Tahun 2019 segera habis, masa liburan menanti para pekerja. Ibu pertiwi memilki banyak kota yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah kota Surabaya yang terletak di Jawa Timur. Kota yang dikenal sebagai kota pahlawan ini juga menyimpan banyak tempat-tempat indah. Ada banyak tempat wisata di Surabaya kota. Wisatawan bisa memilih untuk berkreasi diluar ruangan, didalam ruangan, yang ramah untuk anak-anak dan lain sebagainya. Selain itu juga Surabaya memiliki kuliner yang sangat menggugah selera. Kota ini bisa dikatakan tempat wisata paket lengkap. Wisatawan bisa memilih untuk berwisata mempelajari sejarah, seni dan budaya, alam dan taman hiburan. Wisata Sejarah Sebagai kota yang menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan tak heran jika ada banyak peninggalan bersejarah disini. Wisatawan bisa menjadikannya sebagai napak tilas untuk tidak melupakan sejarah kemerdekaan Indonesia. Ada banyak monumen, museum, tugu, patung dan bangunan bersejarah yang bisa didatangi.  ...

Saran bagi Introvert untuk Menguasai Perubahan Zaman

Photo by  Jake Ingle  on  Unsplash Apa yang ada dipikiran kamu jika seseorang disebut sebagai introvert? Apakah yang terngiang adalah si kutu buku dengan kacamatanya, seorang pendiam di sudut kelas atau malah kamu sendiri seorang introvert? Tidak masalah menjadi seorang introvert, karena yah memang itu bawaan dari lahir. Hadiah dari yang Maha Kuasa. Eh tapi, tunggu dulu. Kamu tahu apa artiya introvert? Jangan samakan dengan sosok pemalu. Iya, introvert memang pendiam. Tapi, diamnya dia karena sedang berpikir atau sedang mengumpulkan energi. Loh apa hubungannya? Jadi gini, kita semua tahu lawan dari introvert adalah ekstrovert. Si pendiam dan si aktif. Mudahnya, coba bayangkan kincir angin dan baterai. Menurut Sylvia Loehken , perbandingan menggunakan kiasan di atas menunjukkan perbedaan dengan lebih jelas. Sebuah kincir angin membutuhkan dorongan dari angin (eksternal) lalu kincirnya harus terlibat secara aktif agar terjadi perputaran yang dinamis. Se...

Secangkir Pikiran - Mencoba Bersyukur

Ada tujuh milliar penduduk di bumi. Terlalu banyak masalah yang disediakan, banyak skenario yang telah ada semenjak aku belum lahir. Usiaku sekarang sudah 26 tahun, masih mencari apa maksud hidupku? Untuk apa aku ada di dunia ini?   Di luar sana, jauh dari jangkauan hidupku yang termasuk nyaman. Ada banyak kesedihan. Anak terlantar, kemiskinan, rasisme, kerusakan alam, hilangnya nyawa tak bersalah, matinya para hewan karena rumahnya di ambil oleh yang orang yang tak merasa berdosa dan masih banyak lagi. Banyak sekali kesedihan, dan disini aku hanya mengasihani diri yang sebenarnya sangat beruntung.   Keberuntungan yang tidak kusyukuri. Ada rumah tempat kembali, keluarga yang selalu menyambut dengan suka cita, makan tiga kali sehari beserta camilan, tempat tidur yang nyaman, jam tidur yang panjang dan teman yang baik. Dan aku masih mengeluh tentang pekerjaan? Dangkal sekali pikiranku. Kenapa aku sangat serakah dengan hidup? Maaf...