Langsung ke konten utama

Fakta Penting Dunia yang Mengubah Perspektif Kita

Sensor Mandiri, Antara Godaan dan Kesadaran Diri

Image by Clker-Free-Vector-Images from Pixabay 

Indonesia menjadi negara berkembang yang sangat terbuka dengan dunia luar. Hampir semua aspek dari luar negeri masuk ke negeri tanpa disaring. Film buatan luar negeri hampir merajai televisi nasional. Beberapa stasiun TV berlomba-lomba menampilkan film-film tersebut dengan rentang waktu yang lumayan panjang. Semua demi rating dan popularitas di kalangan masyarakat. 

Sampai suatu hari, si adik yang usianya terpaut 10 tahun dibawah nyeletuk Kak nonton nggak film itu, bagus loh, wanitanya melarikan diri dari suaminya, abisnya dia mau ditembak sama suaminya, dikepalanya lagi, kayak gini” dengan  semangatnya ia memperagakan saat orang dewasa memegang pistol. Saat itu, saya hanya bisa menjawab seadanya, “Kakak nggak suka film yang genrenya kayak itu”.

Jika dilihat dari ilustrasi diatas, kondisi ini memprihatinkan. Bagaimana tidak, adik yang dimaksud masih berusia belasan. Dengan semangatnya ia menceritakan film dengan kategori dewasa. Apakah ini salah filmnya? salah produser atau pihak yang menayangkan? Oh tidak, malah film ini ditayangkan hampir tengah malam.

Kenapa lantas ia bisa menontonnya? Jika kita lihat berita-berita, begitu banyak kejadian kriminalitas, anak muda menjadi begal, mencuri, menodong sampai membunuh. Untuk apa? membuktikan bahwa ia yang terkuat. Darimana datangnya ide tersebut kalau bukan dari apa yang dilihat. Tontonan menjadi sumber utama pengaruh bagi  anak muda. Lalu, bagaimana menjadikan sebuah tontonan menjadi tuntunan?

Dalam menayangkan acara atau film, perfilman dan pertelevisian Indonesia diatur oleh Lembaga Sensor Film (LSF) dan Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) dimana hanya acara/film yang lulus sensor yang berhak untuk ditayangkan. Bahkan sekarang, LSF telah membuat klasifikasi menurut usia yaitu semua umur, usia 13+, usia 17+ dan usia 21+.  

Dimana keterangan klasifikasi tersebut diperlihatkan saat awal tayangan atau dipojok layar. LSF juga menerapkan program baru yang disebut Sensor Mandiri. Sederhananya, Sensor Mandiri adalah kemauan untuk mempelajari, memahami dan menaati peraturan klasifikasi usia yang telah dibuat. Jika dilihat lebih dalam lagi, Pemerintah pun mengatur perfilman dalam sebuah Undang-Undang yaitu Undang-undang NO 33 Tahun 2009, Pasal 6 yang berbunyi:
  1. Film yang menjadi unsur pokok kegiatan perfilman dan usaha perfilman dilarang mengandung isi yang:
  2. Mendorong khalayak umum melakukan kekerasan dan perjudian serta penyalahgunaan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
  3. Menonjolkan pornografi;
  4. Memprovokasi terjadinya pertentangan antarkelompok, antarsuku, antar-ras, dan/atau antargolongan;
  5. Menistakan, melecehkan, dan/atau menodai nilai-nilai agama;
  6.  Mendorong khalayak umum melakukan tindakan melawan hukum; dan/atau
  7. Merendahkan harkat dan martabat manusia.
Dengan semua yang peraturan ada, kenapa masih banyak orangtua yang “kecolongan”? Kembali ke pertanyaan sebelumnya, bagaimana menjadikan tontonan menjadi sebuah tuntunan? Karena anak sangat mudah meniru apa yang dilihat apalagi jika tidak dibentengi dengan pembelajaran akhlak, moral dan etika. 

Maka dari itu bukan hanya tugas pemerintah untuk mengatur film/acara yang ditayangkan tetapi yang utama adalah didikan orangtua tentang akhlak, moral dan etika. Ketika anak mengetahui mana yang baik dan tidak untuknya dengan sadar dia akan memilih sesuai yang seharusnya. Salah satu caranya, mendampingi saat menonton televisi kemudian memberikan penjelasan atau edukasi jika terdapat scene yang “tidak wajar” dipemahaman sang anak dan memberi batasan waktu menonton sesuai usia. 

Bagaimana dengan orangtua yang bekerja? mereka bisa memberi pemahaman kepada yang mengasuh tentang acara/film yang boleh ditonton si anak. Selain dari orangtua, lingkungan pertemanan pun menjadi hal yang sangat penting. Terutama anak yang beranjak remaja biasanya lebih mendengarkan teman dibanding orangtua. Maka dari itu, orangtua harus memberikan pelajaran akhlak, moral dan etika semenjak dini.

Anak-anak yang diberikan pelajaran akhlak, moral dan etika semenjak dini memiliki peluang lebih kecil untuk menjadi “anak nakal”. Ketika sang anak mengetahui akhlak, moral dan etika yang baik, sekalipun sang anak tanpa sengaja menonton acara/film yang tidak seharusnya, sang anak bisa memilih mana yang seharusnya diikuti dan mana yang tidak perlu.

Karena sang anak memiliki kesadaran diri, mengenai tontonan yang diperbolehkan dan  mana yang tidak. Hal ini sejalan dengan program yang diterapkan Lembaga Sensor Film (LSF) yaitu Sensor Mandiri. Kemudian, bagaimana dengan anak-anak yang terlanjur terjebak dalam dunia khayal film? anak-anak tersebut harus dibimbing dengan diberikan pemahaman mana yang seharusnya dan mana yang tidak

Siapa yang bertugas untuk melakukannya? Keluarga. Negara yang besar hanyalah negara jika fungsi terkecilnya tidak berjalan dengan benar. Karena dari itu, pengembangan diri dimulai dari keluarga.

Maka dari itu pendidikan akhlak, moral dan etika semenjak dini adalah hal yang harus dilakukan. Dengan begitu, anak-anak bisa memilih mana tontonan yang layak  dan mana yang harus ditinggalkan. Terlebih lagi, anak-anak bisa mengambil pelajaran dari setiap film yang ditonton dan membuang hal yang tidak patut untuk dijadikan teladan.

* Pernah dimuat di majalah Lembaga Sensor Film (LSF), dengan modifikasi

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Tempat Wisata di Surabaya Kota

 Tahun 2019 segera habis, masa liburan menanti para pekerja. Ibu pertiwi memilki banyak kota yang menarik untuk dikunjungi. Salah satunya adalah kota Surabaya yang terletak di Jawa Timur. Kota yang dikenal sebagai kota pahlawan ini juga menyimpan banyak tempat-tempat indah. Ada banyak tempat wisata di Surabaya kota. Wisatawan bisa memilih untuk berkreasi diluar ruangan, didalam ruangan, yang ramah untuk anak-anak dan lain sebagainya. Selain itu juga Surabaya memiliki kuliner yang sangat menggugah selera. Kota ini bisa dikatakan tempat wisata paket lengkap. Wisatawan bisa memilih untuk berwisata mempelajari sejarah, seni dan budaya, alam dan taman hiburan. Wisata Sejarah Sebagai kota yang menjadi saksi bisu perjuangan kemerdekaan tak heran jika ada banyak peninggalan bersejarah disini. Wisatawan bisa menjadikannya sebagai napak tilas untuk tidak melupakan sejarah kemerdekaan Indonesia. Ada banyak monumen, museum, tugu, patung dan bangunan bersejarah yang bisa didatangi.  ...

Saran bagi Introvert untuk Menguasai Perubahan Zaman

Photo by  Jake Ingle  on  Unsplash Apa yang ada dipikiran kamu jika seseorang disebut sebagai introvert? Apakah yang terngiang adalah si kutu buku dengan kacamatanya, seorang pendiam di sudut kelas atau malah kamu sendiri seorang introvert? Tidak masalah menjadi seorang introvert, karena yah memang itu bawaan dari lahir. Hadiah dari yang Maha Kuasa. Eh tapi, tunggu dulu. Kamu tahu apa artiya introvert? Jangan samakan dengan sosok pemalu. Iya, introvert memang pendiam. Tapi, diamnya dia karena sedang berpikir atau sedang mengumpulkan energi. Loh apa hubungannya? Jadi gini, kita semua tahu lawan dari introvert adalah ekstrovert. Si pendiam dan si aktif. Mudahnya, coba bayangkan kincir angin dan baterai. Menurut Sylvia Loehken , perbandingan menggunakan kiasan di atas menunjukkan perbedaan dengan lebih jelas. Sebuah kincir angin membutuhkan dorongan dari angin (eksternal) lalu kincirnya harus terlibat secara aktif agar terjadi perputaran yang dinamis. Se...

Secangkir Pikiran - Mencoba Bersyukur

Ada tujuh milliar penduduk di bumi. Terlalu banyak masalah yang disediakan, banyak skenario yang telah ada semenjak aku belum lahir. Usiaku sekarang sudah 26 tahun, masih mencari apa maksud hidupku? Untuk apa aku ada di dunia ini?   Di luar sana, jauh dari jangkauan hidupku yang termasuk nyaman. Ada banyak kesedihan. Anak terlantar, kemiskinan, rasisme, kerusakan alam, hilangnya nyawa tak bersalah, matinya para hewan karena rumahnya di ambil oleh yang orang yang tak merasa berdosa dan masih banyak lagi. Banyak sekali kesedihan, dan disini aku hanya mengasihani diri yang sebenarnya sangat beruntung.   Keberuntungan yang tidak kusyukuri. Ada rumah tempat kembali, keluarga yang selalu menyambut dengan suka cita, makan tiga kali sehari beserta camilan, tempat tidur yang nyaman, jam tidur yang panjang dan teman yang baik. Dan aku masih mengeluh tentang pekerjaan? Dangkal sekali pikiranku. Kenapa aku sangat serakah dengan hidup? Maaf...